Alloh yang menuntun kita untuk melakukan banyak perjalanan.
Sabtu, 13 Februari 2016
Nga Pa Ya
Published :
20.26
Author :
Lampung Traveller
Membersamai anak-anak saat belajar mengeja
huruf-huruf dalam Alquran memberikan kesan tersendiri buatku. Mengajari
anak-anak yang berasal dari latarbelakang suku dan daerah yang berbeda saat
melafalkan huruf hijaiyah ada keunikan tersendiri. Aksen dialek mereka ternyata
susah dihilangkan begitu saja. Butuh ketelatenan agar mereka bisa melafalkan
huruf hijaiyah dengan sempurna.
Semua berawal saat aku mengajar Taman Pendidikan
Alquran ( TPA ) di Ambarawa, sebuah desa di Lampung yang didominasi oleh suku
Jawa dengan aksen Ngapak. Anak-anak disana susah sekali melafalkan huruf ‘Ain
dengan baik. Aku sendiri yang juga berbahasa Jawa Ngapak masih terus belajar
untuk bisa melafalkan huruf ‘ain dengan sempurna (hehehe). Saat mengajari
mereka huruf ‘ain selalu dibaca “Ngain”. Berkali-kali diulang, ‘Ain tetap saja dibaca
Ngain. Pelafalan ‘A dalam lidah mereka sudah terbiasa dibaca Nga. Benar-benar
dah, kudu sabar. Tapi, lama-lama kalau diulang-ulang terus mereka juga akan
terbiasa membaca huruf ‘ain dengan baik. Iya enggak ?
Lain
lagi, saat aku mengajar TPA di Tatar Sunda, tepatnya di Pamijahan-Bogor, Jawa
Barat. Walau hanya sebulan membersamai bocil-bocil dengan aksen sunda yang
begitu kental, tapi aku mampu merasakan aura yang berbeda saat mereka mulai
melafalkan huruf hijaiyah, khususnya huruf Fa. Mulai dari bocah piyik yang
belum sekolah hingga anak SMP yang rajin mengaji TPA rata-rata mereka susah
melafalkan huruf Fa. Huruf Fa selalu dibaca Pa. Harus sabar dan tekun mengajari
mereka agar bisa membaca dengan benar. Misalnya, Salah satu muridku, Lutfi,
kelas 1 SMP. Dia termasuk yang kesusahan melafakan huruf Fa.
Lutfi
ayo baca, huruf ‘Fa”.
“Pa,”
jawab dia. “
Bukan
Pa, tapi Fa, “ timpalku.
Ayo,
coba ulang lagi. “ Fa, Fa, Fa,” teriakku.
“Fa,
Pa, Fa,” jawabnya lagi.
“Bukan,
Pa tapi Fa. Ayo coba ulang lagi, Fa, Fa, Fa,” kataku.
“Fa,
Pfa , Pa,” ulang dia dengan penuh tertatih.
#SabarSampaiDiaBisaBacaDenganBenar #SabarSabarSabar
Pengalaman
kali ini juga tak kalah serunya. Membersamai anak-anak TPA di Lereng
Merapi-Merbabu, Magelang, Jawa Tengah. Kesulitan anak-anak disini dalam
melafalkan huruf Za. Huruf Za selalu dibaca Ya. Jadi, kalau bilang Zakat itu
Yakat, Zamzam dibaca Yamyam, Zaitun dibaca Yaitun dan masih banyak yang
lainnya. Hampir semua murid di sini kesulitan mengucapkan huruf Za. Salah satu
murid TPA-ku, Viki, mengalami hal ini. Berkali-kali, mengucapkan huruf Za pasti
dibaca Ya. Aku perhatikan orang tua di sini pun melafalkan Za menjadi Ya.
Oalah.... iki tho masalaeh. Yo wis nek ngono.
Pengalaman
memberiku banyak pelajaran yang tak kutemui di bangku sekolah. Dengan melakukan
sebuah perjalanan banyak hikmah yang kupetik. Perjalanan itu ibarat potongan
puzzle yang berserakan dan tugas kita adalah menyatukan kembali
potongan-potongan puzzle itu agar terlihat sempurna. Wallohu ‘Alam.
*Bocil
: Bocah Cilik
*Piyik
: Anak usia pra sekolah
Anak-anak itu laksana buku yang banyak bercerita
Published :
20.24
Author :
Lampung Traveller
Perjalanan banyak memberiku kesan. Kesan berjumpa dengan banyak orang dengan segala polahnya. Qodarulloh, Alloh mempertemukanku dengan anak-anak di Dusun Gumuk. Sebuah dusun kecil yang dipenuhi jurang-jurang mungil di bawah kaki Gunung Setugel, Magelang, Jawa Tengah. Tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya akan berjumpa dengan mereka. Apalagi membersamai mereka hingga saat ini. Melalui kelas baca Alquran di sebuah surau di pinggir perkampungan.
Dalam sepekan aku bertemu dengan mereka 4 kali, tepatnya
setiap Hari Senin, Rabu, Kamis dan Jumat. Itulah hari dimana aku bisa membuka
lembar demi lembar setiap kisah dari sebuah buku berjudul anak-anak. Kisah yang
disuguhkan sangat berragam dan tidak menjemukan. Mulai dari kisah yang
menggembirakan yang tiba-tiba membuatku tertawa. Hingga kisah menyedihkan yang
aku pun tak kuasa menitikkan air mata. Sebuah buku yang tak pernah kudapatkan
di toko buku manapun.
Saat kubuka lembar pertama aku terkesima dengan kisah
Salimna. Gadis kecil yang paling fasih membaca Alquran. Usianya sekitar 10
tahun. Sehabis pulang sekolah waktunya dihabiskan membuat keranjang-keranjang dhodho
untuk dijual. Kini, ia mulai mengenakan hijab syari yang tidak transparan lagi.
Jilbab-jilbab tipisnya didobel agar terlihat tebal. Alhasil, kini ia bisa
tampil dengan busana sempurna. Ingat ini di sebuah dusun kecil di pedalaman,
lho. Tak gampang menemukan perempuan berjilbab lebar.
Kubuka lembaran lainnya, kutemukan kisah seorang gadis berusia
12 tahun bernama Nurul. Ia anak yang “istimewa”. Perkembangan fisiknya sempurna
namun pola pikirnya seperti anak TK. Saat ditanya “A” ia akan menjawab “B”.
Wowwww,,, ajaib bukan ?. Ia baru Iqro satu, pengenalan huruf “Alif” dan “Ba”.
Huruf Alif dibaca A jika ditambah fathah, cara mengucapkannya di tenggorokan
bagian bawah. Sementara huruf “Ba” dibaca dengan cara kedua bibir bertemu dalam
keadaan tertutup. “Wow, Nurul bisa mengucapkannya dengan sempurna”. Sungguh
kesempurnaan Alloh yang tiada tara. Dibalik kekurangan anak-anak yang
menyandang status “istimewa” ada banyak kelebihan yang kutemukan dalam diri
mereka. Aih, Nurul, Nurul ... ! Aku tak ingin terlalu lama membaca kisahmu. Aku
tak ingin “butiran kristal bening” keluar dari kedua kelopak mataku.
Ada kisah tentang Siti Jarti. Usianya baru 10 tahun. Saat
mengaji ia selalu mengenakan hijab syari berwarna biru tua lengkap dengan baju
gamisnya. Sepintas ia seperti anak orang kaya. Namun, saat aku membaca lebih
dalam kisahnya aku hampir menitikkan air mata. Ia harus tidur diatas tumpukan
batu-bata yang disusun berselimutkan kasur tipis tanpa ranjang. Ayahnya rela
mengorbankan sedikit pendapatannya untuk membelikan baju anaknya agar tampil
sempurna saat mengaji. Pengorbanan yang luar biasa.
Aku menitikkan air mata saat membaca lembar-lembar yang
berisi tentang keinginan mereka menuju Mekkah. Untuk melakukan ibadah haji
maupun umroh. Anak-anak polos itu menyadari kondisi mereka yang hidup di bawah
garis kemiskinan. Namun, anak-anak itu punya Alloh yang Maha Kaya. Yang Maha
Mendengar doa hamba-hambanya. Mereka optimis dan tak pernah putus asa sedikit
pun. Setiap kelas baca Alquran berakhir, dengan dibimbing guru mereka, doa
dengan penuh kekhusyuan agar bisa ke Mekkah dipanjatkan. Semua terdiam tak ada
yang berkata sepatah kata pun. Mereka duduk bersila, tangan mungil mereka
menengadah sebagai tanda meminta pada Yang Maha Kuasa. Air mata membasahi pipi-pipi mereka. Mereka
semua menangis sesegukan. Mereka benar-benar ingin ke Mekkah, itu terpancar
jelas dari raut wajah mereka. Mata merah dengan berlinang air mata masih saja
terlihat saat doa selesai dipanjatkan. Aku tak kuasa membaca lembar berikutnya.
Aku hanya berharap suatu saat bisa membaca lembar berikutnya tentang pengalaman
mereka dan guru yang sangat disayanginya saat berada di Mekkah. Aamiin.
Aku masih di sini, membaca lembar demi lembar kisah yang ada
dalam buku ini. Segala rasa dalam batinku seperti dicampuraduk tak karuan.
Masih banyak kisah-kisah lainnya yang tak bisa kuceritakan pada kalian. Coba dan
rasakan langsung dengan membaca kisah-kisah mereka di Kaki Gunung Setugel ini.
Mungkin akan ada sedikit hikmah yang bisa dijadikan pelajaran.
*Keranjang dhodho : keranjang yang digunakan untuk menampung
sayuran, biasanya kubis dan terbuat dari bilahan-bilahan bambu yang dianyam.
Langganan:
Postingan (Atom)
Pages
Diberdayakan oleh Blogger.
Popular Posts
-
Perahu Jung tempat melabuhkan cinta Sebuah perahu pipih terpajang dalam ruangan lantai II Museum Lampung. Tampak replika patu...
-
Pulau Bule merupakan salah satu pulau dengan pantai yang menawan. Airnya sangat jernih. Pula...
-
Masyarakat Lampung memiliki tradisi yang unik yang tidak dimiliki oleh suku lainnya di Indonesia. Apalagi saat ini kita menge...
-
Tugu Selamat Datang, Kota Pringsewu Suasana siang hari itu di Kota Pringsewu begitu ramai. Cuaca cukup terik, angin sepoi-sepoi ...
-
Meriam Bumbung atau Meriam Lela dipajang di depan Museum Lampung Selongsong ukuran sedang yang menyerupai labu raksana terpajang de...
-
Masyarakat Lampung memiliki berragam tradisi yang masih kuat terjaga hingga kini. Tradisi itu terus dilestarikan agar semakin kuat be...
-
Masyarakat Lampung yang tersebar di berbagai daerah memiliki banyak aneka kue yang sangat lezat. Kue dalam Bahasa Lampung dikenal den...
-
Ngarak Maju, Maju sedang diarak menuju Gedung Dalom Masyarakat Lampung pesisir masih terus melestarikan budaya mereka dal...
-
Ahad , 9 Februari 2014 menjadi hari yang begitu istimewa buat saya. Bagaimana tidak istimewa, impian saya untuk bisa mengunjungi P...
-
Kain tenun Tampan Kain tenun Tampan mulai berkembang sejak masuknya agama islam dan kehidupan masyarakat Lampung. Maka tak menghera...