Membersamai anak-anak saat belajar mengeja
huruf-huruf dalam Alquran memberikan kesan tersendiri buatku. Mengajari
anak-anak yang berasal dari latarbelakang suku dan daerah yang berbeda saat
melafalkan huruf hijaiyah ada keunikan tersendiri. Aksen dialek mereka ternyata
susah dihilangkan begitu saja. Butuh ketelatenan agar mereka bisa melafalkan
huruf hijaiyah dengan sempurna.
Semua berawal saat aku mengajar Taman Pendidikan
Alquran ( TPA ) di Ambarawa, sebuah desa di Lampung yang didominasi oleh suku
Jawa dengan aksen Ngapak. Anak-anak disana susah sekali melafalkan huruf ‘Ain
dengan baik. Aku sendiri yang juga berbahasa Jawa Ngapak masih terus belajar
untuk bisa melafalkan huruf ‘ain dengan sempurna (hehehe). Saat mengajari
mereka huruf ‘ain selalu dibaca “Ngain”. Berkali-kali diulang, ‘Ain tetap saja dibaca
Ngain. Pelafalan ‘A dalam lidah mereka sudah terbiasa dibaca Nga. Benar-benar
dah, kudu sabar. Tapi, lama-lama kalau diulang-ulang terus mereka juga akan
terbiasa membaca huruf ‘ain dengan baik. Iya enggak ?
Lain
lagi, saat aku mengajar TPA di Tatar Sunda, tepatnya di Pamijahan-Bogor, Jawa
Barat. Walau hanya sebulan membersamai bocil-bocil dengan aksen sunda yang
begitu kental, tapi aku mampu merasakan aura yang berbeda saat mereka mulai
melafalkan huruf hijaiyah, khususnya huruf Fa. Mulai dari bocah piyik yang
belum sekolah hingga anak SMP yang rajin mengaji TPA rata-rata mereka susah
melafalkan huruf Fa. Huruf Fa selalu dibaca Pa. Harus sabar dan tekun mengajari
mereka agar bisa membaca dengan benar. Misalnya, Salah satu muridku, Lutfi,
kelas 1 SMP. Dia termasuk yang kesusahan melafakan huruf Fa.
Lutfi
ayo baca, huruf ‘Fa”.
“Pa,”
jawab dia. “
Bukan
Pa, tapi Fa, “ timpalku.
Ayo,
coba ulang lagi. “ Fa, Fa, Fa,” teriakku.
“Fa,
Pa, Fa,” jawabnya lagi.
“Bukan,
Pa tapi Fa. Ayo coba ulang lagi, Fa, Fa, Fa,” kataku.
“Fa,
Pfa , Pa,” ulang dia dengan penuh tertatih.
#SabarSampaiDiaBisaBacaDenganBenar #SabarSabarSabar
Pengalaman
kali ini juga tak kalah serunya. Membersamai anak-anak TPA di Lereng
Merapi-Merbabu, Magelang, Jawa Tengah. Kesulitan anak-anak disini dalam
melafalkan huruf Za. Huruf Za selalu dibaca Ya. Jadi, kalau bilang Zakat itu
Yakat, Zamzam dibaca Yamyam, Zaitun dibaca Yaitun dan masih banyak yang
lainnya. Hampir semua murid di sini kesulitan mengucapkan huruf Za. Salah satu
murid TPA-ku, Viki, mengalami hal ini. Berkali-kali, mengucapkan huruf Za pasti
dibaca Ya. Aku perhatikan orang tua di sini pun melafalkan Za menjadi Ya.
Oalah.... iki tho masalaeh. Yo wis nek ngono.
Pengalaman
memberiku banyak pelajaran yang tak kutemui di bangku sekolah. Dengan melakukan
sebuah perjalanan banyak hikmah yang kupetik. Perjalanan itu ibarat potongan
puzzle yang berserakan dan tugas kita adalah menyatukan kembali
potongan-potongan puzzle itu agar terlihat sempurna. Wallohu ‘Alam.
*Bocil
: Bocah Cilik
*Piyik
: Anak usia pra sekolah
0 komentar:
Posting Komentar