Rabu, 18 Juni 2014

Wisata Budaya : Pangan, simbol kebersamaan masyarakat Lampung Pesisir















Tradisi pangan hingga kini terus dilestarikan oleh masyarakat Lampung pesisir dalam setiap upacara adat Nayuh digelar. Nayuh sendiri merupakan pesta adat suku Lampung pesisir yang dilaksanakan saat pernikahan maupun sunatan. Biasanya nayuh dilaksanakan selama 3-5 hari dengan berbagai prosesi yang harus dilewati. Maka tak mengherankan jika nayuh membutuhkan dana yang tak sedikit. Salah satu prosesi adat dalam rangkaian Nayuh yakni pangan.

Pangan merupakan acara makan bersama yang dilaksanakan setelah para battu bebai/bakas melaksanakan tugasnya. Battu bebai/bakas sendiri merupakan pria dan wanita yang turut mensukseskan acara nayuh. Bebai dalam bahasa Lampung berarti wanita sedangkan bakas berarti pria. Battu sendiri merupakan kegiatan bantu-membantu.

Pangan merupakan simbol kebersamaan masyarakat Lampung pesisir. Semua makanan dibagi sama rata. Semua warga yang hadir harus mengikuti tradisi pangan. Termasuk tamu-tamu undangan yang hadir pun biasanya turut diajak mengikuti pangan. Prosesi pangan diawali dengan digelarnya seprai. Seprai merupakan kain berbentuk segi panjang dengan panjang 1-5 meter yang dibentangkan diatas tikar. Warna seprai yang digunakan tidak boleh sembarangan. Warna putih hanya digunakan oleh para saibatin dan keturunannya. Sementara warna kuning digunakan untuk pangikhan dan warna ungu untuk khadin. 

Setelah kain panjang itu dibentangkan biasanya para butting nabai dan kepala battu akan menyiapkan hidangan. Butting nabai merupakan keluarga dari pihak ayah mempelai lelaki yang bertugas mengurus segala keperluan dapur. Sementara kepala battu merupakan pihak dari ibu mempelai pria yang bertugas menata, menyusun dan menyiapkan segala keperluan konsumsi selama nayuh berlangsung. Disinilah kerjasama antar keluarga begitu kentara dan membuat mereka makin solid.

Berbagai aneka makanan kini tersedia diatas seprai. Mi (nasi), kukhih (sayaur mie yang dicampur kacang merah) hingga seruit gulai kalang juga bisa dihidangkan. Mereka makan bersama-sama dengan penuh kesederhanaan dan kegembiraan. Semuanya mendapatkan jatah makan yang sama. Jika ada lauk-pauk maupun makanan yang tersisa biasanya akan dibawa pulang oleh para peserta pangan. Selepas pangan merka membersihkan seprai dan membawa piring mereka masing-masing untuk ditaruh di dapur. Jadi, benar-benar tak ada yang tersisa, mereka saling menjaga tanggung jawab. Hal ini tentunya memudahkan proses pembersihan. 

Itulah gambaran tradisi pangan yang masih dilestarikan oleh masyarakat pekon Sukajadi Marga Pertiwi, Cukuh Balak di Marga Pugung, Tanggamus. Masyarakat beradatkan pesisir ini terus melestarikan tradisi pangan dalam setiap pesta adat digelar. 

0 komentar:

Posting Komentar

Pages