Tradisi pangan hingga kini terus dilestarikan oleh
masyarakat Lampung pesisir dalam setiap upacara adat Nayuh digelar. Nayuh
sendiri merupakan pesta adat suku Lampung pesisir yang dilaksanakan saat pernikahan
maupun sunatan. Biasanya nayuh dilaksanakan selama 3-5 hari dengan berbagai
prosesi yang harus dilewati. Maka tak mengherankan jika nayuh membutuhkan dana
yang tak sedikit. Salah satu prosesi adat dalam rangkaian Nayuh yakni pangan.
Pangan merupakan acara makan bersama yang
dilaksanakan setelah para battu bebai/bakas melaksanakan tugasnya. Battu
bebai/bakas sendiri merupakan pria dan wanita yang turut mensukseskan acara
nayuh. Bebai dalam bahasa Lampung berarti wanita sedangkan bakas berarti pria.
Battu sendiri merupakan kegiatan bantu-membantu.
Pangan merupakan simbol kebersamaan masyarakat
Lampung pesisir. Semua makanan dibagi sama rata. Semua warga yang hadir harus
mengikuti tradisi pangan. Termasuk tamu-tamu undangan yang hadir pun biasanya
turut diajak mengikuti pangan. Prosesi pangan diawali dengan digelarnya seprai.
Seprai merupakan kain berbentuk segi panjang dengan panjang 1-5 meter yang
dibentangkan diatas tikar. Warna seprai yang digunakan tidak boleh sembarangan.
Warna putih hanya digunakan oleh para saibatin dan keturunannya. Sementara
warna kuning digunakan untuk pangikhan dan warna ungu untuk khadin.
Setelah kain panjang itu dibentangkan biasanya para
butting nabai dan kepala battu akan menyiapkan hidangan. Butting nabai
merupakan keluarga dari pihak ayah mempelai lelaki yang bertugas mengurus
segala keperluan dapur. Sementara kepala battu merupakan pihak dari ibu
mempelai pria yang bertugas menata, menyusun dan menyiapkan segala keperluan
konsumsi selama nayuh berlangsung. Disinilah kerjasama antar keluarga begitu
kentara dan membuat mereka makin solid.
Berbagai aneka makanan kini tersedia diatas seprai.
Mi (nasi), kukhih (sayaur mie yang dicampur kacang merah) hingga seruit gulai
kalang juga bisa dihidangkan. Mereka makan bersama-sama dengan penuh
kesederhanaan dan kegembiraan. Semuanya mendapatkan jatah makan yang sama. Jika
ada lauk-pauk maupun makanan yang tersisa biasanya akan dibawa pulang oleh para
peserta pangan. Selepas pangan merka membersihkan seprai dan membawa piring mereka
masing-masing untuk ditaruh di dapur. Jadi, benar-benar tak ada yang tersisa,
mereka saling menjaga tanggung jawab. Hal ini tentunya memudahkan proses
pembersihan.
Itulah gambaran tradisi pangan yang masih
dilestarikan oleh masyarakat pekon Sukajadi Marga Pertiwi, Cukuh Balak di Marga
Pugung, Tanggamus. Masyarakat beradatkan pesisir ini terus melestarikan tradisi
pangan dalam setiap pesta adat digelar.
0 komentar:
Posting Komentar