Masyarakat Lampung memiliki berragam tradisi yang
masih kuat terjaga hingga kini. Tradisi itu terus dilestarikan agar semakin
kuat bertahan dalam tatanan masyarakat adat. Salah satu tradisi yang masih
berlangsung hingga kini yaitu Lapah Dibah. Sebuah tradisi mengarak pengantin
(termasuk pengantin sunat) dalam tataran masyarakat Lampung Saibatin di daerah
Balikbukit dan sekitarnya. Beberapa waktu yang lalu, tradisi Lapah dibah
digelar oleh salah satu masyarakat Lampung Saibatin asal Balikbukit yang kini
bermukim di Bandar Lampung. Acara yang digelar di Sukabumi, Bandar Lampung ini
turut dihadiri oleh masyarakat asli Balikbukit yang langsung ke sini dengan
membawa berbagai perlengkapan adat. Acara Lapah dibah kali ini digelar di
kediaman Riyuzen, saat merayakan khitanan kedua putranya.
Saat tradisi Lapah dibah dilakukan ada beberapa
perangkat adat yang harus masuk di dalamnya diantaranya penetap imbokh, lampit
pesirekhan, pengawal yang membawa pedang dan tombak. Selain itu ada juga
beberapa orang yang turut membawa payung agung dan bebai bathin. Biasanya
arak-arakan ini dilakukan mulai dari rumah kepala adat atau orangtua pemiliki
hajat. Acara arak-arakan ini semakin meriah dengan penampilan para pria yang
membawa alat sejenis rebana dengan berbagai ukuran. Alat musik itu ditabuh
dengan cara dipukul keras-keras untuk menghasilkan bunyi yang maksimal.
Dalam pelaksanaan tradisi Lapah dibah, Penetap
imbokh berada di barisan paling depan. Penetap imbokh dimaksudkan, zaman dahulu
jalan yang akan dilalui rombongan arak-arakan masih banyak embun. Tugas penetap
imbok inilah merapihkan jalanan itu dan menyingkirkan sampah-sampah supaya
tidak menjadi penghalang. Selanjutnya, Lampit pesirekhan berada dibelakang
penetap imbokh. Lampit pesirekhan pada umumnya dilakukan oleh wanita, biasanya
istri bathin. Wanita itu memakai pakaian lengkap adat Lampung sembari membawa
pahagh (nampan berkaki) yang berisi kasah (tikar), tempat sirih beserta isinya
seperti sirih, gambir dan lainnya. Selain itu, ada juga pengawal yang membawa
tombak dan pedang. Hal ini dulu dilakukan sebagai perwujudan untuk melindungi
sangat raja dari marabahaya.
Selanjutnya, orangtua dari kedua anak yang diarak juga turut berada
dalam rombongan. Sementara itu, kedua anak yang telah dikhitan itu berada di
belakang kedua orangtua mereka.
Saat hendak tiba di rumah mereka, ada beberapa orang
yang memainkan jurus silat atau yang
lebih dikenal dengan khakot. Khakot merupakan pencak silat khas pesisir Lampung
yang biasanya ditampilkan dalam perhelatan akbar dan adat. Rombongan mulai
memasuki rumah mereka, namun, mereka harus melalui prosesi lelamak. Sebuah
tradisi sebagai bentuk penghormatan kepada pemilik hajat dengan cara berjalan
di atas talam (nampan). Sekumpulan ibu-ibu berpakaian seragam berbaris rapih
semari memegangi talam yang diletakkan di tanah. Tidak sembarangan orang yang
bisa melewati talam ini, hanya keluarga sang empunya hajat beserta bathin saja
yang boleh melewati talam ini.sementara itu, kedua kabayan khitan (pengantin
sunat) itu masuk ke menuju singgasana beserta orangtua mereka. Rombongan Bedikekh
tampak mashuk dengan alunan musik terbangan (rebana) yang mereka tabuh.
0 komentar:
Posting Komentar