Minggu, 26 Oktober 2014

Lapah Dibah, tradisi mengarak pengantin



Masyarakat Lampung memiliki berragam tradisi yang masih kuat terjaga hingga kini. Tradisi itu terus dilestarikan agar semakin kuat bertahan dalam tatanan masyarakat adat. Salah satu tradisi yang masih berlangsung hingga kini yaitu Lapah Dibah. Sebuah tradisi mengarak pengantin (termasuk pengantin sunat) dalam tataran masyarakat Lampung Saibatin di daerah Balikbukit dan sekitarnya. Beberapa waktu yang lalu, tradisi Lapah dibah digelar oleh salah satu masyarakat Lampung Saibatin asal Balikbukit yang kini bermukim di Bandar Lampung. Acara yang digelar di Sukabumi, Bandar Lampung ini turut dihadiri oleh masyarakat asli Balikbukit yang langsung ke sini dengan membawa berbagai perlengkapan adat. Acara Lapah dibah kali ini digelar di kediaman Riyuzen, saat merayakan khitanan kedua putranya. 

Saat tradisi Lapah dibah dilakukan ada beberapa perangkat adat yang harus masuk di dalamnya diantaranya penetap imbokh, lampit pesirekhan, pengawal yang membawa pedang dan tombak. Selain itu ada juga beberapa orang yang turut membawa payung agung dan bebai bathin. Biasanya arak-arakan ini dilakukan mulai dari rumah kepala adat atau orangtua pemiliki hajat. Acara arak-arakan ini semakin meriah dengan penampilan para pria yang membawa alat sejenis rebana dengan berbagai ukuran. Alat musik itu ditabuh dengan cara dipukul keras-keras untuk menghasilkan bunyi yang maksimal.

Dalam pelaksanaan tradisi Lapah dibah, Penetap imbokh berada di barisan paling depan. Penetap imbokh dimaksudkan, zaman dahulu jalan yang akan dilalui rombongan arak-arakan masih banyak embun. Tugas penetap imbok inilah merapihkan jalanan itu dan menyingkirkan sampah-sampah supaya tidak menjadi penghalang. Selanjutnya, Lampit pesirekhan berada dibelakang penetap imbokh. Lampit pesirekhan pada umumnya dilakukan oleh wanita, biasanya istri bathin. Wanita itu memakai pakaian lengkap adat Lampung sembari membawa pahagh (nampan berkaki) yang berisi kasah (tikar), tempat sirih beserta isinya seperti sirih, gambir dan lainnya. Selain itu, ada juga pengawal yang membawa tombak dan pedang. Hal ini dulu dilakukan sebagai perwujudan untuk melindungi sangat raja dari marabahaya.  Selanjutnya, orangtua dari kedua anak yang diarak juga turut berada dalam rombongan. Sementara itu, kedua anak yang telah dikhitan itu berada di belakang kedua orangtua mereka. 

Saat hendak tiba di rumah mereka, ada beberapa orang yang  memainkan jurus silat atau yang lebih dikenal dengan khakot. Khakot merupakan pencak silat khas pesisir Lampung yang biasanya ditampilkan dalam perhelatan akbar dan adat. Rombongan mulai memasuki rumah mereka, namun, mereka harus melalui prosesi lelamak. Sebuah tradisi sebagai bentuk penghormatan kepada pemilik hajat dengan cara berjalan di atas talam (nampan). Sekumpulan ibu-ibu berpakaian seragam berbaris rapih semari memegangi talam yang diletakkan di tanah. Tidak sembarangan orang yang bisa melewati talam ini, hanya keluarga sang empunya hajat beserta bathin saja yang boleh melewati talam ini.sementara itu, kedua kabayan khitan (pengantin sunat) itu masuk ke menuju singgasana beserta orangtua mereka. Rombongan Bedikekh tampak mashuk dengan alunan musik terbangan (rebana) yang mereka tabuh.

0 komentar:

Posting Komentar

Pages