Minggu, 17 Agustus 2014

Wisata Budaya : Busunat, tradisi khitan ala suku Lampung







Masyarakat Lampung memiliki tradisi yang unik yang tidak dimiliki oleh suku lainnya di Indonesia. Apalagi saat ini kita mengenal adanya dua jurai yakni Lampung Pepadun dan Saibatin. Hal ini tentunya semakin memperkaya khazanah budaya Indonesia khususnya Lampung. Dalam proses daur hidup masyarakat Lampung semua masa proses peralihan kehidupan memiliki upacaranya masing-masing. Mulai dari proses kelahiran, menginjak masa remaja, pernikahan hingga kematian. Semuanya dilakukan secara adat. Salah satu tradisi yang masih berkembang hingga saat ini adalah Busunat. 

 


Lazimnya tradisi busunat hanya dilakukan oleh anak laki-laki yang mulai menginjak masa akil baligh (dewasa). Ini merupakan salah satu prosesi yang harus mereka ikuti. Apalagi sejak islam masuk dalam tataran suku Lampung, islam begitu mempengaruhi kehidupan merka termasuk dalam tradisi busunat ini. Dalam ajaran agama islam sunat merupakan salah satu yang salah satu sunnah nabi yang diperintahkan kepada setiap umat muslim laki-laki. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dari kotoran. Demikian pun dengan tradisi busunat ini yang merupakan salah satu prosesi menuju pendewasaan diri. 



 Ngarak merupakan proses mengarak kabayan sunat (pengantin sunat) menuju rumah ayahnya berasal. Dalam hal ini rumah nenek/kakek mereka. Sementara busunat merupakan istilah dalam bahasa Lampung yang berarti berkhitan. Ini merupakan salah satu tradisi yang masih dikembangkan oleh masyarakat Lampung pesisir yang tinggal di Pekon Tekhbaya Kecamatan Kotaagung Timur Kabupaten Tanggamus. Mereka secara turun temurun masih melakukan ngarak kabayan sunat (busunat) sebagai sebuah tradisi dan warisan leluhur yang harus mereka jaga hingga akhir massa. 


 

Tradisi ngarak kabayan sunat atau yang lazim dikenal dengan ngarak kabayan lunik ini merupakan salah satu rangkaian dalam acara adat Busunat. Pada kesempatan kali ini ada dua kabayan lunik yang akan melakukan acara adat busunat. Mereka adalah kakak beradik yakni, Ivan dan Ahda yang berumur 11 dan 8 tahun. Awalnya kedua kakak beradik ini dari rumah memakai pakaian sederhana namun bisa juga menggunakan jas modern yang biasa kita kenal. Sementara itu, dalam rombongan ngarak tersebut kedua kabayan sunat ini berada dalam barisan paling depan serta dikelilingi oleh muli lunik (gadis silik) yang merupakan saudari-saudari dari kedua kabayan sunat tersebut. Selain itu ada dua orang pemuda yang turut mengawal dan berada disamping kedua kabayan tersebut. Kedua pemuda itu merupakan saudara laki-laki dari ayah/ibu mereka. 



Selain itu, turut pula dalam rombongan keluarga besar dari ayah dan ibu kedua kabayan sunat itu terutama kaum wanita. Memang dalam prosesi ngarak kabayan sunat kali ini didominasi para wanita. Selama prosesi ngarak para wanita tersebut terus bernyanyi dengan diiringi tabuh rebana. Mereka bernyanyi riang gembira sebagai salah satu ungkapan kegembiraan dan sukacita atas dikhitannya kedua kabayan sunat. Lagu-Lagu tradisional Lampung terus didendangkan sepanjang perjalanan. Hanya sesekali mereka berhenti untuk merapihkan para peserta ngarak kabayan sunat ini. Lagu-lagu yang didendangkan tersebut berisi doa-doa dan ungkapan kegembiraan. Maka tak heran lagu tersebut dimulai dengan ucapan salam dalam islam.

Dalam tradisi masyarakat Lampung pesisir prosesi ngarak dilakukan dan biasanya tempat yang dituju untuk ngarak adalah rumah dari orangtua kabayan (pengantin) itu berasal. Maka pada tradisi ngarak ini kedua kabayan sunat tadi dari rumah diarak menuju rumah nenek/kakek mereka dari pihak ayah. Saat rombongan ngarak sampai di rumah yang dituju maka sang tuan rumah mempersilahkan masuk para peserta ngarak. Kedua kabayan sunat ini kemudian berganti pakaian menggunakan pakaian tradisional Lampung pesisir. Pakaian adat tersebut dibawa oleh beberapa orang yang turut dalam prosesi ngarak sebelumnya. 


 


Selama kedua kabayan sunat ini berganti pakaian, ibu-ibu yang kembali memainkan tabuh rebana untuk mengisi acara agar terlihat lebih semarak dan bahagia. Kali ini lagu-lagu yang didendangkan lebih bersifat ceria dan hiburan. Para peserta tampak bahagia melihat para ibu-ibu memainkan rebana. Sesekali mereka akan berhenti untuk menikmati hindangan berupa buak (kue) khas Lampung yang diletakkan diatas seprai (kain segi panjang yang diletakkan di lantai sebagai alas). Selepas menikmati hidangan biasanya mereka akan terus memainkan alat musik rebana hingga kedua kabayan sunat siap diarak menuju rumah mereka.






Saat kedua kabayan sunat sudah memakai pakaian adat maka akan kembali diarak. Kedua kabayan sunat ini mengenakan pakaian adat Lampung pesisir dengan warna dominan merah. Mereka juga menggunakan penutup kepala yang lebih dikenal dengan iket pucuk. Penutup kepala ini semacam topi dengan bagian ujungnya yang begitu lancip. Ini menjadi salah satu ciri khas masyarakat Lampung pesisir. Selama prosesi ngarak kabayan sunat ini para ibu-ibu akan kembali menabuh musik rebana hingga sampai di rumah kedua kabayan sunat tadi. Namun, pada prosesi ngarak ini mereka juga akan diarak bersamaan dengan ibu ratu (istri saibatin/pimpinan) masyarakat setempat.



 Ibu ratu juga telah diarak oleh para ibu-ibu yang menggunakan payung khas berwarna putih. Ibu ratu berjalan paling depan, sementara kedua kabayan sunat berada di belakang ibu ratu. Mereka akan terus berjalan dan diiringi tetabuhan hingga sampai di rumah. 


 



 


Sesampainya di rumah kedua kabayan sunat dan ibu ratu akan disambut oleh dua orang laki-laki dewasa dari pihak orangtua kabayan sunat dan kelama (keluarga besar pihak ibu kabayan sunat). Mereka saling berbalas pantun sebagai sebuah tradisi masyarakat Lampung saat menyambut kabayan. Setelah itu selesai, barulah mereka diperkenankan memasuki rumah. Inilah salah satu tradisi ngarak kabayan sunat yang masih terus lestari hingga kini. Tabik.


















0 komentar:

Posting Komentar

Pages