 |
Mindai |
Masyarakat Lampung memiliki banyak tradisi dan seni
budaya yang masih lestari hingga kini. Walaupun ditengah zaman yang serba canggih ini,
namun, masih banyak masyarakat Lampung yang peduli akan budayanya. Salah
satu budaya yang masih lestari hingga kini adalah Mindai. Mindai
berasal dari kata indai yang berarti sahabat. Mindai merupakan salah
satu cara masyarakat Lampung mengangkat (memasukkan) orang lain karena
sebab tertentu menjadi bagian dalam sebuah keluarga.

Mindai bisa
diartikan sebagai saudara sesumpah yang dilakukan secara adat dan
diumumkan secara resmi. Ketika sebuah keluarga melakukan mindai maka
mereka anak-anak mereka dilarang menikah dengan sesama yang diindainya.
Mindai bisa dilakukan karena kebaikan seseorang dan kuburukan. Misalnya
karena terjadi kecelakaan maka kemudian dilakukan mindai antar sesama
keluarag yang mengalami musibah kecelakaan itu. Namun, ada juga mindai
yang dilakukan karena kebaikan atau jasa seseorang. I Gusti Nyoman
Arsana diindai oleh tujuh keluarga (wakhi) karena kebaikan beliau yang
seorang Bali namun mengembangkan budaya Lampung.

Beberapa waktu
yang lalu 7 keluarga yang terdiri dari Sapril Yamin adok Kimas Amanah,
Rusli Syukur adok Pangikhan Rajo Sipahit Lidah, Nurdin Darsan adok
Khadin Sampukhna, Suttan Dermawan Suttan, A. Roni adok Ratu Angguan, A.
Barden Moegni adok Pn. Sepahit Lidah dan Andi Wijaya Bakalan Layang
Makhkga menggangkat I Gusti Nyoman Arsana menjadi bagian dalam keluarga
mereka.

Mindai yang diselenggarakam di Aula Pasar Seni Enggal itu
berlangsung khidmat. Acara diawali prosesi ngarak Saibatin Punyimbang
Tuha Khaja Gusti Pangikhan / Gama Ratu Bandar Makhga Balak Teluk Betung.
Selain itu, Khaja Paksi Dua Kepaksian Buay Bejalan di Way Kembahang dan
Khaja Wira Kesuma Kepaksian Buay Pernong Batu Brak juga turut diarak
berbarengan. Kemudian mereka duduk di tempat yang telah disediakan
dengan ornamen khas Lampung yang begitu kentara seperti thikai, siger,
kebung dan lainnya.

Prosesi yang kedua yakni mengarakan yang akan
dimindai yakni keluarga besar I Gusti Nyoman Arsana dan Ketua Persatuan
Hindu Darma Indonesia (PHDI) Lampung yang didampingi oleh Sultan Bimo
Jagat. Sebelum melakukan acara mindai, jauh hari sebelumnya I Gusti
Nyoman Arsana telah diangkon (diangkat) menjadi saudara oleh Sultan Bimo
Jagat. Setelah itu maka prosesi Tebak Hampong pun dilakukan oleh Radin
Singa Buay Bejalan di Way untuk menanyakan maksud dan tujuan kedatangan
rombongan. Kemudian, maksud dan tujuan itu dijawab oleh Suttan Bimo
Jagat yang telah mengangkon wakhi (mengangkat saudara) dengan I Gusti
Nyoman Arsana untuk memasuki tempat acara.

Acara ini juga semakin
semarak dengan penampilan tarian pembuka yakni Tari Ngesaikon Pilih
(menyatukan pilihan). Tarian ini terdiri dari 3 mekhanai (bujang) dan 6
muli (gadis) dengan membawa dilengkapi properti seperti payung dan tepak
yang berisi sirih. Tarian ini hanya tampil pada saat tertentu saja
untuk acara mindai.

Kemudian dilanjutkan dengan prosesi berikutnya
yakni Prosesi Nangguh yang dilakukan oleh Radin Singa kepada Saibatin
Punyimbang Tuha Raja dengan maksud meminta izin untuk memulai acara
mindai. Setelah mendapatkan izin dari Saibatin Punyimbang Tuha Raja,
Radin Singa menanyakan apa tujuan dari Temui Manjau kepada Suttan Bimo
Jagat. Barulah kemudian prosesi penerimaan sewakhian ( Mindai) antara I
Gusti Nyoman Arsana dengan tujuh keluarga yang akan memindai.

Prosesi
ini ditandai dengan pemakaian Tukkus (kopiah) oleh Raja Wiro Kusuma.
Selanjutnya pemberian pusaka berupa terapang gajah oleh Gusti Pn Igama
Ratu Bandakh Makhga Teluk Betung kepada I Gusti Nyoman Arsana. Setelah
prosesi tersebut Suttan Bimo Jagat dan I Gusti Nyoman Arsana
dipersilahkan duduk di Sai Tuha Batin. Mereka duduk berdampingan dengan 7
inda-nya (sahabatnya) sebagai tanda menyatukan mereka semua menjadi
satu keluarga besar.

Sebagai penguatan maka dilakukan
penandatanganan surat kemupakatan dan dilanjutkan dengan pembacaan juluk
adok kepada I Gusti Nyoman Arsana dan inggomnya (istrinya). I Gusti
Nyoman Arsana juluk adoknya Adin Gedangdung sementara istrinya diberi
juluk (gelar) Inai Tutukan. Setelah itu dilakukan prosesi Nippa atau
Nutu Bias jama gula (menumbuk beras dan gula) untuk dijadikan kakilu
(dodol). Prosesi ini dilakukan oleh 9 wakhi/indai beserta inggomnya
(istrinya) di dalam lesung dengan menggunakan alu. Hal ini sebagai
penanda mereka telah bersepakat untuk mengikat persaudaraan serta
melakukan pekerjaan dalam suka maupun duka layaknya saudara kandung.
 |
Kakilu (Dodol) |

Menuju
prosesi berikutnya yakni Igel Sewakhian yang dipandu oleh Suttan
Dermawan Suttan yang diikuti oleh seluruh Punyimbang Saibatin Tuha Raja.
Igel merupakan tarian dengan menggerakan bagian tangan dengan cara
memutarnya. Gerakan tarian ini sangat sederhana dan mudah namun memiliki
makna yang dalam. Tarian ini biasanya hanya dilakukan oleh para pria
dengan gerakan memutar.
Prosesi selanjutnya yakni Cuak Mengan yang
dipimpin oleh Nurdin Darsan Adok Khadin Sampukhna yang juga menandai
sebagai puncak dari seluruh rangkaian acara. Seluruh peserta mindai yang
hadir melebur menjadi satu menikmati aneka hidangan khas Suku Lampung
yang dihidangkan malam itu.
0 komentar:
Posting Komentar