Jumat, 25 Desember 2015

Tradisi Saparan, ini lagi Lebaran ?

Pagi mulai beranjak. Suasana Dusun Windusajan berbeda dengan hari-hari biasanya. Jalanan ramai disesaki orang yang berlalu-lalang. Pakaian baru nan indah mereka kenakan. Jilbab aneka bentuk dan warna dipakai para wanita-wanita keturunan jawa itu. Anak-anak tampak berlarian. Sebagian yang lain mengerubungi para penjual mainan yang menjadi pasar dadakan. Pintu-pintu rumah terbuka lebar. Senyum merekah tampak dari wajah mereka, menyambut para tamu yang datang bergantian. Tersaji aneka kue dan hidangan khas lebaran. Aneka olahan daging juga disuguhkan. Suasananya benar-benar meriah.

Satu hal yang aku heran, ini bukan hari raya umat islam. Bahkan, bulan muharam baru saja tenggelam. Tak ada takbiran apalagi salat id di lapangan. Aku baru tersadar jika kini aku di Tanah Orang Jawa yang tengah merayakan Saparan. Walaupun aku juga keturunan jawa, namun di tanah kelahiranku, Lampung, tak pernah kudengar tradisi ini. Ini sebuah kebiasaan masyarakat yang baru pertama kali kulihat seumur hidupku.

Aku berkunjung ke rumah Pak Mardi (82) di Dusun Windusajan Kelurahan Wonolelo Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Satu dari 18 dusun di Wonolelo yang merayakan tradisi ini. Menurut kakek sepuh ini, Saparan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang konon hanya ditemukan di sekitar dusun-dusun di Lereng Merapi dan Merbabu. Sebagian yang lain mengatakan inilah cara orang gunung “berlebaran”. Tak ada tanggal yang pasti dalam perayaan tradisi yang telah berusia ratusan tahun ini. Sepanjang bulan Sapar (Safar) acara boleh digelar dan dilakukan secara bergantian antar dusun yang satu dengan yang lainnya.

Berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri dimana tamu bebas berkunjung kemana saja. Saat Saparan biasanya tamu yang datang ke rumah merupakan tamu yang telah diundang sehari sebelum acara berlangsung. Namun, tuan rumah juga dengan senang hati menyambut tamu asing yang datang. Masyarakat di sini sangat senang kedatangan orang-orang dari luar daerah mereka. Hal itu saya rasakan saat berkunjung ke rumah Pak Mardi, saya diperlakukan dengan sangat baik layaknya keluarga sendiri. Aneka kue khas lebaran plus menu makanan berat disuguhkan. Kalau sudah begini, siapa yang bisa menolak? Hehehehe.

Beberapa dusun yang lain juga mengadakan tradisi semacam ini namun di Bulan Rejeb (Rajab). Masyarakat menyebutnya Rejeban. Beberapa dusun yang merayakan Saparan diantaranya Windusajan, Wonodadi, Panggungan, Plutungan, Pelem, Sanden, Kelir dan Gratan. Sementara Rejeban berlangsung di Dusun Surodadi, Candran, Batur, Malang, Ndeno’an, Bentro’an, Nggagrong dan Windusabrang.

Beberapa ancak pepa’ang (sesajen lengkap) diletakkan di sudut-sudut perempatan jalan dusun mungil itu. Ancak pepa’ang itu harus berisi kolowijo dan iwak kala. Kolowijo berupa keladi, pisang, kimpul dan centik. Sementara iwak kala merupakan daging sapi yang dipotong kecil-kecil ditusuk menggunakan bilahan bambu. Sepintas mirip dengan daging sate. Selain diletakkan di perempatan jalan ancak ini juga diletakkan di sumber-sumber air. Konon, ancak ini dipersembahkan untuk Danyang (Kepercayaan Kejawen).

Aku banyak belajar dalam setiap perjalanan yang kulewati. Belajar mengenai nilai-nilai kemanusiaan dan kebenaran. Bahkan, belajar dari sebuah sikap yang salah, namun, bukan untuk diikuti. Lalu mengambil sikap bagaimana seorang muslim seharusnya bersikap. Lalu, aku bertanya kepada seorang ustadz yang kuat memegang sunnah dan telah hafidz quran yang bersanad. Sang ustadz mengatakan menjalin silaturahmi antar sesama saudara itu bagus. Bahkan dianjurkan dalam islam. Namun, jika harus mempersembahkan sesajen seperti contoh diatas itu termasuk perbuatan musyrik yang harus dihindari oleh setiap muslim. Memberikan ancak pepa’ang kepada Danyang itulah letak perbuatan syiriknya. Itulah yang harus ditinggalkan.

Aku kini tersadar ternyata masih banyak hal yang harus dilakukan oleh para pemuda muslim. Bepergianlah ke berbagai negeri, teguklah ilmu sepuas-puasnya lalu sampaikan kepada yang lain dengan cara yang baik. Masih mau berdiam diri di rumah ? Islam itu indah, bro. Ayo ramaikan masjid-masjid kita dan datangilah majlis-majlis ilmu di tempatmu.
Abu Hurairah ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga.” (h.r. Muslim)

0 komentar:

Posting Komentar

Pages