Selasa, 26 Agustus 2014

Nuwo Tuho






























Rumah tradisional Lampung merupakan salah satu warisan kekayaan budaya bangsa yang harus dilestarikan. Rumah-rumah tradisional Lampung masih banyak kita temukan hingga saat ini. Walaupun jumlah memang tidaklah sebanyak dulu. Salah satu kawasan di Bandar Lampung yang masih memiliki rumah-rumah tradisional Lampung yakni di tiuh Rajabasa Tuho yang secara administratif masuk dalam Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung. 


 

Salah satu rumah tradisional yang masih berdiri kokh yakni milik Nasrun adok Tuan Khatu Migo dan Nilawati adok Suttan Unjunan. Pasangan suami istri ini telah berpuluh-puluh tahun menempati rumah ini. Menurut riwayat yang ia peroleh rumah yang ditempatinya itu didirikan sejak tahun 1807. Ia hanya tahu, rumah ini merupakan warisan secara turun temurun dari keluarganya. “Usia rumah ini, udah mencapai ratusan tahun tapi masih berdiri kokoh karena kayunya berkualitas,” kata mereka kompak.

 

Menurut Amrin Ayub adok Tuan Pengikhan yang juga ketua adat Marga Abung Anak Tuha Rajabasa. Sebuah perhimpunan masyarakat adat Lampung Abung yang menaungi Bandar Lampung dan Lampung Selatan. Amrin, mengatakan bahwa rumah milik Nasrun dan Nilawati termasuk rumah tua yang berusia ratusan tahun. Pada zaman dahulu, untuk membuat sebuah tiuh (kampung) setidaknya ada 4 syarat yang harus dipenuhi yakni adanya bali sesat adat, masjid, pangkalan mandi dan kuburan. Hal ini diperlukan karena merupakan kebutuhan umum yang nantinya akan digunakan bersama-sama. 

 

Dahulu di kawasan Rajabasa Tuho ini masih berupa daerah yang masih ditutupi hutan dan juga sungai yang panjang membentang. Kayu-kayu yang besar-besar juga masih banyak ditemukan. Kayu dengan jenis merbau inilah yang kemudian digunakan oleh masyarakat setempat untuk membuat rumah dengan jenis panggung. Rumah tradisional Lampung umumnya berbentuk rumah panggung. Hal ini sengaja dibuat untuk melindungi diri mereka dari binatang buas maupun marabahaya lainnya. “Umumnya rumah adat Lampung berbentuk rumah panggung dengan aneka ornamen yang khas,” kata dia. 

 

Amrin menambahkan, Rumah milik Nasrun dan Nilawati dibangun lebih dulu sebelum didirikannya tiuh rajabasa tuho ini. Rumah itu mulai dibangun pada tahun 1717. Setelah melalui proses pembuatan yang cukup lama, akhirnya rumah warisan leluhur itu secara resmi ditempati pada tahun 1737. Barulah pada tahun 1806, pada masa kolonial Belanda, Tiuh Rajabasa Tuho diresmikan menjadi sebuah perkampung suku Lampung. Sesuai dengan perkembangan zaman, kini Tiuh Rajabasa Tuho dihuni oleh berbagai etnis, walaupun begitu pesona rumah panggung masih tetap bisa kita jumpai di kawasan ini. 

 



Beberapa sub-klien etnis Lampung juga hidup berdampingan di sini, seperti suku Lampung dari buay pemuka-Way Kanan, buay Nyunyai-Kotabumi dan Buay Bulan-Menggala. Perpaduan budaya ini menjadi satu paduan khas yang menjadikan Rajabasa tuho semakin menawan. Hal ini juga turut mempengaruhi bentuk dan ornamen pada rumah panggung di Tiuh Rajabasa Tuho. “Rajabasa Tuho merupakan kawasan yang memiliki banyak rumah panggung dibandingkan daerah lainnya di Bandar Lampung,” kata dia.

 


Nuwo tuho milik Nasrun adok Tuan Khatu Migo dan Nilawati adok Suttan Unjunan ini memiliki beberapa bagian-bagin yang penting dan unik. Secara kasat mata dari luar, nuwo tuho ini menjadi salah satu bangunan yang paling mencolok. Dua buah tangga menjadi penghubung para satu serambi dengan ruang tamu. Masyarakat Lampung di sini mengenal tangga bagian depan ini dengan sebutan ijan pengadopan. Ada dua tangga depan yang menjadi penghubung yakni di sebelah kiri dan kanan. 


 

Serambi menjadi bagian tak terpisahkan dalam bangunan tradisional suku Lampung. Umumnya serambi terletak di bagian depan sebelum memasuki ghuang temui (ruang tamu). Pada bagian ghuang temui (ruang tamu), ada beberapa benda-benda kuno yang masih terpampang di dinding seperti kaca batu dengan ornamen batu sulaiman, giok, akik, kecubung dan combong.  Kursi dan meja antik juga masih menjadi bagian rumah tua ini. Beberapa kain tradisional Lampung juga tampak terpajang sebagai hiasan. 


 

Tak jauh dari ghuang temui (ruang tamu) terdapat kamagh anak mekhanai. Sebuah ruangan yang dikhususkan bagi anak lelaki. Memasuki bagian dalam rumah ini, kita akan menjumpai kebik tengah. Kebik tengah ini merupakan ruangan yang biasanya digunakan untuk kumpul bersama keluarga besar, tempat anak gadis menyulam maupun aktifitas kebersamaan lainnya. Tak jauh dari kebik tengah ada kamagh utama yang merupakan kamar yang dikhususkan bagi pemilik rumah. Kamagh muli berada di depan kamagh utama. Ada juga beberapa ruangan yang dikhususkan untuk shalat, ruang tidur tamu, anak-anak dan orangtua(mertua) pemilik rumah. Pada bagian belakang, ada dapokh (dapur) yang menyatu dengan ghuang mengan yang digunakan untuk memasak dan makan bersama keluarga besar. Sementara itu, tempat yang dikhususkan untuk tempat cuci mencuci mulai piring dan barang-barang kotor lainnya disebut gaghang. Beberapa peralatan tradisional seperti way tabu (tempat menyimpan air), paghuh (alat mengambil air dari bambu) dan gughi (kendi) juga masih bisa kita jumpai. 




Rumah tradisional Lampung masih bisa kokoh sampai hari ini karena dalam proses pengerjaannya benar-benar sesuai prosedur dan bahan-bahan yang berkualitas. Kayu yang digunakan biasanya menggunakan kayu merbau tanpa sambungan dan berbentuk lembaran papan. Sebelum digunakan untuk membuat rumah kayau merbau itu direndam di dalam ham (kolam lumpur bercampur air) selama 3-4 bulan. 

Rumah panggung ini juga memiliki perawatan tersendiri, yakni untuk pengepelan lantai menggunakan minyak tanah yang dicampur tembakau ataupun solar. Dalam sekali pengepelan bisa menghabiskan hingga 2 liter solar. Rumah panggung milik Nasrun adok Tuan Khatu Migo dan Nilawati adok Suttan Unjunan ini memiliki luas 25x14 meter dengan tinggi rumah dari tanah sekitar 2 meter. Pada bagian dasarnya dilapisi menggunakan batu besar yang masih kokoh hingga kini. Rumah panggung ini merupakan rumah warisan leluhur yang akan terus dilestarikan dan diwariskan kepada anak tertua lelaki sesuai sistem kekeluargaan yang dipegang oleh masyarakat Lampung.

0 komentar:

Posting Komentar

Pages