Suku Lampung memiliki banyak tradisi unik dan tidak
ditemukan di daerah lainnya di Indonesia. Sebagian tradisi itu masih lestari
dan bisa kita temukan hingga kini. Suku Lampung yang tinggal di Lampung barat
khususnya daerah Belalau dan Batu Brak hingga kini masih melestarikan tradisi
pemakaian Lakkai untuk menyajikan hidangan. Lakkai ini merupakan kantong untuk
menyimpan nasi yang terbuat dari daun Limbang (sejenis tanaman air). Lakkai ini
berbentuk bulat melingkar dengan panjang sekitar 20-25 cm. Diameter lakkai
sekitar 15 cm. Lakkai ini memiliki banyak kegunaan untuk menjaga nasi agar
tidak cepat basi. Kantong nasi khas Lampung ini juga biasanya digunakan saat
bepergiaan agar nasi tetap terasa enak.
Kini, walaupun penggunaan lakkai mulai jarang
digunakan namun beberapa pekon masih
menggunakannya. Salah satunya di Pekon Canggu, saat Lampung Post berkunjung ke
Lamban Suka Banjakh milik Saripudin tuan rumah menyuguhi nasi yang diletakkan
di dalam Lakkai. Lakkai ini memang biasanya digunakan saat hajatan tiba maupun
untuk menyambut tamu. Sebagai bentuk penghormatan tuan rumah kepada tamu yang
berkunjung. Pemakaian lakkai ini memang telah berlangsung lama dan diwariskan
turun temurun.
Lakkai ini terbuat dari daun dan batang tanaman air
yang sejenis dengan tanaman untuk membuat tikar. Masyarakat di Lampung Barat
mengenalnya dengan sebutan Limbang. Tanaman yang memiliki tinggi sekitar 1-1,5
meter ini banyak ditemukan di sekitar sawah yang tumbuh secara liar. Proses
pembuatan limbang sendiri biasanya dikerjakan oleh para wanita untuk mengisi
hari-hari mereka. Daun yang juga seklaigus batang limbang ini setelah dipotong
kemudian dijemur sekitar 1-3 hari tergantung cuaca. Setelah benar-benar kering
batang Limbang itu kemudian dianyam dengan bentuk bulat melingkar.
Untuk penggunaan lakkai juga memiliki cara
tersendiri. Lakkai yang telah kering dan bersih kemudian diolesi menggunakan
air untuk bagian dalamnya. Tujuan pengolesan air pada bagian dalam agar nasi
tidak lengket. Setelah diolesi tipis menggunakan air barulah nasi yang telah
matang dimasukkan ke dalam lakkai sesuai dengan ukurannya. Pada bagian ujung
lakkai kemudian dilipat segitiga tak beraturan agar rapat. Jika lakkai rapat
maka kehangatan nasi bisa tetap terjaga sehingga nasi tidak cepat basi. Nasi
yang berada di dalam Lakkai tidak langsung dikeluarkan semuanya sekaligus. Kita
bisa mengambil nasi yang berada di dalam Lakkai sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Arsan gelar Raja Putting Marga I mengatakan
bahwa tradisi pemakaian lakkai telah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu.
Cara mengeluarkan nasi yang berada di dalam lakkai yakni kita keluarkan sedikit
demi sedikit dengan menekan kedua tangan kita pada lakkai itu sendiri. Ambillah
nasi sesuai kebutuhan, karena nasi yang berada dalam lakkai lunik (lakkai
kecil) bisa digunakan untuk 2-3 orang dewasa.
Lakkai tidak dijual bebas di pasar-pasar
tradisional. Kita harus memesan dengan para perajian rumahan yang tersebar di
Belalau maupun Batu Brak dengan harga Rp 2500 per buahnya. Dalam sehari para
perajin bisa membuat 1-3 lakkai sesuai dengan kemahirannya masing-masing.
Inilah salah satu kekayaan tradisi dan budaya di Lampung yang harus terus kita
lestarikan. Ki mak ganta, kapan lagi. Ki mak kham, sapa lagi. Tabik .
great
BalasHapus