Rabu, 17 September 2014

Mindai, cara masyarakat Lampung mengangkat saudara


Mindai


Masyarakat Lampung memiliki banyak tradisi dan seni budaya yang masih lestari hingga kini. Walaupun ditengah zaman yang serba canggih ini, namun, masih banyak masyarakat Lampung yang peduli akan budayanya. Salah satu budaya yang masih lestari hingga kini adalah Mindai. Mindai berasal dari kata indai yang berarti sahabat. Mindai merupakan salah satu cara masyarakat Lampung mengangkat (memasukkan) orang lain karena sebab tertentu menjadi bagian dalam sebuah keluarga.



Mindai bisa diartikan sebagai saudara sesumpah yang dilakukan secara adat dan diumumkan secara resmi. Ketika sebuah keluarga melakukan mindai maka mereka anak-anak mereka dilarang menikah dengan sesama yang diindainya. Mindai bisa dilakukan karena kebaikan seseorang dan kuburukan. Misalnya karena terjadi kecelakaan maka kemudian dilakukan mindai antar sesama keluarag yang mengalami musibah kecelakaan itu. Namun, ada juga mindai yang dilakukan karena kebaikan atau jasa seseorang. I Gusti Nyoman Arsana diindai oleh tujuh keluarga (wakhi) karena kebaikan beliau yang seorang Bali namun mengembangkan budaya Lampung.



Beberapa waktu yang lalu 7 keluarga yang terdiri dari Sapril Yamin adok Kimas Amanah, Rusli Syukur adok Pangikhan Rajo Sipahit Lidah, Nurdin Darsan adok Khadin Sampukhna, Suttan Dermawan Suttan, A. Roni adok Ratu Angguan, A. Barden Moegni adok Pn. Sepahit Lidah dan Andi Wijaya Bakalan Layang Makhkga menggangkat I Gusti Nyoman Arsana menjadi bagian dalam keluarga mereka.






Mindai yang diselenggarakam di Aula Pasar Seni Enggal itu berlangsung khidmat. Acara diawali prosesi ngarak Saibatin Punyimbang Tuha Khaja Gusti Pangikhan / Gama Ratu Bandar Makhga Balak Teluk Betung. Selain itu, Khaja Paksi Dua Kepaksian Buay Bejalan di Way Kembahang dan Khaja Wira Kesuma Kepaksian Buay Pernong Batu Brak juga turut diarak berbarengan. Kemudian mereka duduk di tempat yang telah disediakan dengan ornamen khas Lampung yang begitu kentara seperti thikai, siger, kebung dan lainnya.





Prosesi yang kedua yakni mengarakan yang akan dimindai yakni keluarga besar I Gusti Nyoman Arsana dan Ketua Persatuan Hindu Darma Indonesia (PHDI) Lampung yang didampingi oleh Sultan Bimo Jagat. Sebelum melakukan acara mindai, jauh hari sebelumnya I Gusti Nyoman Arsana telah diangkon (diangkat) menjadi saudara oleh Sultan Bimo Jagat. Setelah itu maka prosesi Tebak Hampong pun dilakukan oleh Radin Singa Buay Bejalan di Way untuk menanyakan maksud dan tujuan kedatangan rombongan. Kemudian, maksud dan tujuan itu dijawab oleh Suttan Bimo Jagat yang telah mengangkon wakhi (mengangkat saudara) dengan I Gusti Nyoman Arsana untuk memasuki tempat acara.












Acara ini juga semakin semarak dengan penampilan tarian pembuka yakni Tari Ngesaikon Pilih (menyatukan pilihan). Tarian ini terdiri dari 3 mekhanai (bujang) dan 6 muli (gadis) dengan membawa dilengkapi properti seperti payung dan tepak yang berisi sirih. Tarian ini hanya tampil pada saat tertentu saja untuk acara mindai.














Kemudian dilanjutkan dengan prosesi berikutnya yakni Prosesi Nangguh yang dilakukan oleh Radin Singa kepada Saibatin Punyimbang Tuha Raja dengan maksud meminta izin untuk memulai acara mindai. Setelah mendapatkan izin dari Saibatin Punyimbang Tuha Raja, Radin Singa menanyakan apa tujuan dari Temui Manjau kepada Suttan Bimo Jagat. Barulah kemudian prosesi penerimaan sewakhian ( Mindai) antara I Gusti Nyoman Arsana dengan tujuh keluarga yang akan memindai.



Prosesi ini ditandai dengan pemakaian Tukkus (kopiah) oleh Raja Wiro Kusuma. Selanjutnya pemberian pusaka berupa terapang gajah oleh Gusti Pn Igama Ratu Bandakh Makhga Teluk Betung kepada I Gusti Nyoman Arsana. Setelah prosesi tersebut Suttan Bimo Jagat dan I Gusti Nyoman Arsana dipersilahkan duduk di Sai Tuha Batin. Mereka duduk berdampingan dengan 7 inda-nya (sahabatnya) sebagai tanda menyatukan mereka semua menjadi satu keluarga besar.



Sebagai penguatan maka dilakukan penandatanganan surat kemupakatan dan dilanjutkan dengan pembacaan juluk adok kepada I Gusti Nyoman Arsana dan inggomnya (istrinya). I Gusti Nyoman Arsana juluk adoknya Adin Gedangdung sementara istrinya diberi juluk (gelar) Inai Tutukan. Setelah itu dilakukan prosesi Nippa atau Nutu Bias jama gula (menumbuk beras dan gula) untuk dijadikan kakilu (dodol). Prosesi ini dilakukan oleh 9 wakhi/indai beserta inggomnya (istrinya) di dalam lesung dengan menggunakan alu. Hal ini sebagai penanda mereka telah bersepakat untuk mengikat persaudaraan serta melakukan pekerjaan dalam suka maupun duka layaknya saudara kandung.

Kakilu (Dodol)




Menuju prosesi berikutnya yakni Igel Sewakhian yang dipandu oleh Suttan Dermawan Suttan yang diikuti oleh seluruh Punyimbang Saibatin Tuha Raja. Igel merupakan tarian dengan menggerakan bagian tangan dengan cara memutarnya. Gerakan tarian ini sangat sederhana dan mudah namun memiliki makna yang dalam. Tarian ini biasanya hanya dilakukan oleh para pria dengan gerakan memutar.





























Prosesi selanjutnya yakni Cuak Mengan yang dipimpin oleh Nurdin Darsan Adok Khadin Sampukhna yang juga menandai sebagai puncak dari seluruh rangkaian acara. Seluruh peserta mindai yang hadir melebur menjadi satu menikmati aneka hidangan khas Suku Lampung yang dihidangkan malam itu.

0 komentar:

Posting Komentar

Pages