Rabu, 17 September 2014

Jayik Sakhdang (Jai) tak lekang ditelan zaman


Jayik Sakhdang (Jai)



Masyarakat Lampung memiliki alat dan perkakas tersendiri yang digunakan dalam berbagai hal dan kesempatan. Salah satu aktivitas yang banyak dilakukan oleh masyarakat suku Lampung di daerah perdesaan adalah berkebun dan bercocok tanam. Hal ini mempengaruhi kebudayaan masyarakat Lampung itu sendiri dalam menggunakan perkakas yang khas. Salah satu perkakas yang masih digunakan oleh wanita suku Lampung saat hendak menuju ke kebun atau sawah Jayik Sakhdang. Masyarakat Lampung di Pekon Sukaraja Kecamatan Gunung Alip Kabupaten Tanggamus masih menggunakan benda yang satu ini saat ke kebun atau sawah.



Jayik Sakhdang dalam Bahasa Lampung bisa diartikan sebagai bakul yang diselempangkan (dikaitkan) di pundak. Jayik Sakhdang ini terbuat dari bilah bambu yang kemudian dianyam hingga membentuk segiempat dengan bagian atas terbuka lebar. Sebagai pelengkapnya, Jayik Sakhdang ini kemudian dipasangkan tali yang terbuat dari rotan yang memanjang yang fungsinya untuk dikaitkan di pundak. Jayik Sakhdang pada umumnya digunakan oleh wanita suku Lampung saat berkebun atau berladang karena memiliki banyak kegunaan. Salah satu fungsinya yakni untuk membawa bekal berupa nasi maupun air minum serta peralatan berkebun seperti sabit, ani-ani, dan lainnya.



Jayik Sakhdang masih banyak ditemukan di daerah perdesaan yang dihuni mayoritas Suku Lampung. Harga jual perlengkapan yang satu ini di pasar tradisional mencapai hingga Rp 15ribu – Rp 20ribu per buah. Selain di pasar, kita juga bisa memesan dengan penduduk sekitar yang biasa membuat kerajinan. Saat wanita suku Lampung pulang berkebun biasanya Jayik Sakhdang ini digunakan untuk membawa sayuran, buah-buahan maupun hasil kebun lainnya yang sifatnya untuk makanan harian.
Para pengrajin di Pekon Sukaraja masih aktif membuat Jayik Sakhdang . selain digunakan oleh masyarakat sekitar juga biasanya dijual di pasar-pasar. Salah satu hal yang membuat Jayik Sakhdang masih tetap bertahan yakni karena ketersedian bahan baku yang melimpah. Tak jauh dari pemukiman warga di sini banyak ditemukan pohon bambu yang tumbuh subur. Selain itu, para pengrajin disini juga masih banyak yang membuatnya. Tak hanya sampai disitu, masyarakat sekitar Tanggamus juga masih banyak yang menggunakan benda yang satu ini untuk kegiatan berkebun maupun berladang. Itulah beberapa alasan mengapa benda yang satu ini masih bisa tetap bertahan hingga saat ini.



Jayik Sakhdang telah digunakan oleh masyarakat Lampung secara turun menurun. Jika kita mengunjungi Pekon Sukaraja maka hampir dipastikan semua wanita yang berkebun atau berladang membawa Jayik Sakhdang. Tak jauh dari Objek Wisata Way Beghak banyak sekali kebun kemon (sejenis lalapan) dan selada air yang ditanam warga di sana. Biasanya wanita-wanita itu mengambil sayuran yang kemudian diletakkan di dalam Jayik Sakhdang. Benda yang satu ini menjadi bagian yang tak bisa dilepaskan dalam masyarakat Lampung yang beradatkan Saibatin itu. Walaupun ditengah zaman yang serba modern ini namun Jayik Sakhdang mampu bertahan melawan zaman.



 


 



 

0 komentar:

Posting Komentar

Pages