Tugu Selamat Datang, Kota Pringsewu
Suasana
siang hari itu di Kota Pringsewu begitu ramai. Cuaca cukup terik, angin
sepoi-sepoi mulai bertiup di sepanjang jalan yang kulalui. Sebuah Tugu Bambu
Kuning setengah lingkaran menyambutku saat hendak memasuki kawasan Kota
Pringsewu. Dua tahun lalu sekitar tahun 2011, tugu ini berwarna hijau. Tapi,
entah mengapa kini tugu itu diubah menjadi kuning. Inilah tugu selamat datang
untuk setiap orang yang hendak memasuki kawasan ibukota Kabupaten Pringsewu.
Pada bagian atas tugu ini ada sebuah siger. Siger yang merupakan mahkota khas
Lampung sebagai simbol keagungan masyarakat Lampung. Warna kecoklatan begitu
tampak jelas pada setiap ruas bambu. Tugu ini terletak di tengah persawahan,
warga sekitar biasanya menyebutnya “bulok”.
Hamparan sawah alam pedesaan begitu terasa di kawasan ini. Apalagi saat musim
panen tiba. Melihat para petani yang hilir mudik memanen padinya yang begitu
melimpah, menjadi pemandangan yang begitu mengasyikan.
Kawasan ini akan ramai pada sore hari. Pada
siang harinya banyak penjual belut yang berjajar di sepanjang jalan. Sementara
pada sore hari, banyak sekali penjual jagung bakar yang memenuhi ruas jalan
sepanjang tugu bambu hingga tugu gajah.
Biasanya
warga bersantai di sekitar kawasan ini. Menikmati indahnya sunset sembari menikmati jagung bakar bersama orang tercinta. Harga
jagung bakarnya pun cukup murah. Cukup Rp.7000 per buah Anda sudah bisa
menikmati jagung bakar aneka rasa. Sayang siang itu para penjual jagung bakar
belum membuka lapaknya disini.
Tak
jauh dari kawasan ini ada juga Tugu Gajah. Tugu ini memperlihatkan seekor gajah
yang sedang mengangkat barbel. Gajah merupakan maskot dari provinsi Lampung,
sementara barbel merupakan simbol bahwa Pringsewu memiliki banyak atlet angkat
besi dengan prestasi nasional hingga internasional.
Tugu Gajah
Kota Pringsewu merupakan ibukota Kabupaten Pringsewu. Kota ini merupakan salah satu kota yang cukup maju. Pasar Pringsewu menjadi roda penggerak perekonomian warga dari berbagai kecamatan di kabupaten yang baru terbentuk pada tahun 20009 ini.
Pusat Kota Pringsewu - Lampung
Selain Tugu Gajah, Pringsewu juga memiliki Tugu Petani yang juga menjadi salah satu ikon dari kabupaten yang maju ini. Pringsewu juga menjadi pusat pendidikan, maka tak heran jika banyak siswa berprestasi dari kabupaten ini.
Tugu Petani - Pringsewu
Tak jauh dari pasar Pringsewu kita akan menemui Masjid Taqwa Pringsewu. Masjid ini menjadi salah satu syiar dakwah dalam geliat pembangunan yang terus digalakkan oleh pemerintah. Jadi, untuk umat muslim yang sedang berkunjung ke pasar Pringsewu tak perlu khawatir untuk beribadah.
Masjid Taqwa Pringsewu
Dalam
bahasa Jawa, kata pring itu berarti bambu sedangkan kata sewu berarti seribu.
Jadi kurang lebih artinya bambu seribu. Jadi, untuk Anda yang kebetulan sedang
berada di Lampung tak ada salahnya jika berkunjung ke kota yang memiliki
julukan sebagai Kota Bambu Seribu ini.
Ambarawa, bentengnya
bahasa Jawa Ngapak di Pringsewu
Mendengar nama Ambarawa, mungkin
Anda akan teringat dengan peristiwa perang lima hari di Ambarawa, Jawa Tengah ?
Bisa jadi, kan ? Tapi, kali ini lain. Desa Ambarawa kecamatan Ambarawa
Kabupaten Pringsewu tak ada sangkut pautnya sama sekali dengan Ambarawa yang
ada di Jawa Tengah. Justru sebagian besar masyarakat Ambarawa disini berasal
dari Kebumen, Cilacap, Purwokerto dan sekitarnya. Maka tak heran, jika hampir
semua masyarakat Ambarawa menggunakan bahasa Jawa Ngapak. Selain itu, bahasa
Jawa Ngapak juga digunakan oleh sebagian warga di Desa Ambarawa Timur dan
Ambarawa Barat.
Balai Desa Ambarawa - Prinngsewu, khas Joglo Jawa
Konon dulunya di wilayah Ambarawa
ini banyak rawanya. Dalam bahasa setempat amba berarti luas sedangkan rawa
berarti daerah rawa. Mulanya wilayah Ambarawa merupakan hutan Marga Way Lima
suku Lampung yang dipimpin oleh seorang pesirah ( kepala desa dalam bahasa
Lampung ) yang bernama Syahfuhanda. Areal tanah hutan Marga Way Lima tersebut
atas izin pesirah mulai dibuka pada tahun 1933 oleh warga dari 10 kepala
keluarga dibawah pimpinan Hi. Achmad Ghardi.
Pada
tahun 1933 oleh Pesirah Marga Way Lima, areal hutan tanah marga yang telah
dibuka itu diresmikan menjadi desa Ambarawa dan Bapak Hi. Achmad Ghardi
ditetapkan sebagai kepla desa yang pertma hingga tahun 1950. Pad awaktu itu
jumlah penduduk desa Ambarawa sebanyak 150 KK (350 jiwa). Walaupun awalnya
inilah adalah tanah marga Way Lima yang merupakan suku asli Lampung, namun
karena dihuni oleh mayoritas suku Jawa akhirnya nama desa menggunakan nama dari
bahasa Jawa. Pada waktu itu, setiap KK diberi jatah tanah seluas 3 Ha untuk
dikelola.
Masyarakat Ambarawa dalam
sehari-hari menggunakan bahasa Jawa Ngapak ( Dialek A ). Bahasa Jawa Ngapak
termasuk dalam bahasa Jawa Ngoko. Sementara masyarakat di desa lain di
kecamatan Ambarawa biasanya menggunakan bahasa Jawa Bandek ( dialek O ).
Sisi lain Desa Ambarawa , pusatnya Air Krawang
Tak banyak memang tempat wisata di
desa ini, tapi Anda patut mengunjungi Kawasan Air Krawang. Air Krawang sangat
terkenal di Lampung karena kejernihannya yang begitu alami. Dulunya hanya ada
satu sumber Air Krawang, tapi setelah dilakukan penelitian banyak warga yang
membuka bisnis air krawang. Entah berapa ribu kubik air yang disedot setiap
harinya. Warga dari berbagai desa berbondong-bondong mengambil air dari Krawang
yang kini masuk dalam wilayah Desa Ambarawa Timur. Selamat mengunjungi
bentengnya bahasa Ngapak di Pringsewu, Desa Ambarawa.
Pardasuka, pekon ne ulun Lappung di Pringsewu
Mendengar kata Pringsewu, mungkin
tak pernah terpikirkan dalam benak Anda tentang keberadaan suku Lampung disini.
Jika anggapan Anda demikian sepertinya perlu diluruskan. Setidaknya ada dua
titik lokasi yang banyak dihuni oleh suku Lampung. Pekon (sebutan desa dalam
bahasa Lampung Saibatin) yang pertama yakni Margakaya. Desa Margakaya merupakan
salah satu desa yang mayoritas dihuni suku Lampung yang masih mempertahankan
adat, budaya dan bahasa Lampung dalam kesehariannya. Arsitektur rumah adat
Lampung juga bisa Anda jumpai disini.
Rumah Adat Lampung Pesisir - Tanjung Rusia, Pardasuka
Jalan Menuju Pardasuka ( 2014 )
Selain di Margakaya, suku Lampung
juga mayoritas tinggal di kecamatan Pardasuka yang tersebar di beberapa pekon.
Seperti halnya suku Lampung di Margakaya, masyarakat Lampung disini juga masih
mempertahankan adat, budaya dan bahasa dalam kesehariannya. Suku Lampung di
Pringsewu merupakan masyarakat Lampung Saibatin. Pada umumnya masyarakat
Lampung Saibatin tinggal di daerah pesisir. Biasanya mereka membangun rumah di
dekat pantai maupun sungai. Bahasa mereka juga hampir sama dengan suku Lampung
yang tinggal di Liwa, Krui, Kota Agung, Talang Padang, Gunung Alip dan Gisting.
Payu mit Bumi Jejama
Secancanan, Pringsewu. Kota dengan sejuta pesona
bambu.